ANALISIS CERPEN: "Burung Kecil Bersarang di Pohon" karya Kuntowijoyo

Tak Ada yang “Putih”

            Cerpen Burung Kecil Bersarang di Pohon karya Kuntowijoyo ini menceritakan tentang kakek yang hendak melaksanakan perintah Tuhan. Pada suatu hari, tepatnya pada hari Jumat, kakek hendak pergi ke masjid. Dia ditugaskan untuk menjadi imam dan khotib pada hari itu. Dalam perjalanan ke masjid, dia sangat menjaga kesuciannya. Tiba saatnya dia harus melewati pasar yang kotor dan mungkin bisa membatalkan kesuciannya. Di pasar itu, dia merasa ada yang aneh. Dia memandang pasar dan orang-orang yang ada di dalamnya dengan ketakjuban besar. Dalam pemikirannya, kakek menganggap mereka sudah melupakan Tuhan, kufur nikmat, menyia-nyiakan waktu dan lebih memilih sibuk pada pekerjaannya. Kakek secara tidak langsung mengatakan orang-orang itu kafir. Namun, kakek juga mendoakan mereka agar dosa-dosanya diampuni.
            Pasar sudah dilewati. Kakek lega, karena kebersihannya tidak terganggu. Dia telah melewati pasar itu dengan aman, dan tak sebutir debu mengotorinya. Beberapa waktu kemudian, kakek sampai pada suatu jalan yang sepi, nyaman, dan sejuk. Tempat itu dikelilingi berbagai tumbuhan. Itu ilustrasi yang bagus untuk perjalannya ke rumah Tuhan. Namun, kegelisahannya datang dan memikirkan lagi orang-orang yang ada di pasar itu, orang-orang yang sibuk sendiri dan melupakan Tuhannya. Tak lama kemudian, hati kakek yang awalnya keras dan men-judge mereka semaunya, mulai luluh. Ia memaafkan dan mendoakan mereka.
            Setelah itu, kakek melanjutkan perjalannya. Namun, tak lama kemudian tangis anak kecil membuatnya berhenti. Tampaknya ada anak laki-laki yang pandangannya mengarah pada pohon. Ternyata di pohon tersebut ada burung. Anak itu mengiginkannya. Sang kakek pun membantunya. Ia memanjat dan mengambil burung itu. Dia sangat lihai dan cerdik dalam memanjat dan menangkap burung. Hal ini mengingatkan kakek pada masa kecilnya dulu yang suka memanjat, menangkap dan mencari burung, serta diberikan burung oleh ayahnya.
            Setelah tugasnya membantu anak itu selesai, dengan keadaan yang tidak rapi dan kotor, dia ingat akan suatu hal. Hal yang sangat penting. Ya, dia lupa bahwa hari itu adalah hari yang mulia untuknya. Dia ditugaskan untuk jadi imam dan khotib solat Jumat. Dengan menyesal, kakek bergegas pergi ke masjid. Dengan perasaan menyesal, terkejut, dan malu, kakek melihat orang-orang sudah keluar dari masjid dan memandang kakek dengan tatapan ganjil. Dia sangat menyesal dan meminta ampunan-Nya.
           
Pada cerpen ini, digambarkan sosok kakek yang religius dan kritis. Kakek yang sering menjadi imam di masjid dan sering berkhotbah. Walapaun sang kakek tersebut ahli ibadah, dia masih memiliki sifat yang kurang baik. Dia terlalu kritis, sehingga terlalu berlebihan menghakimi orang-orang yang tidak taat kepada Tuhan-Nya. Tuhanlah yang berhak menghakimi makhluknya sendiri. Kita sebagai ciptaan-Nya, hanya wajib saling mengingatkan untuk selalu beribadah pada-Nya. Kita tidak boleh menghakimi orang-orang yang tidak beribadah secara berlebihan. Lebih baik kita mengingatkannya saja untuk beribadah. Pada akhirnya, kakek juga lalai pada tugasnya yang mulia itu. Kakek lupa bahwa dia ditugaskan untuk menjadi imam dan khotib solat Jumat. Secara tidak lansung inilah teguran dari Tuhan. Dari sinilah penulis menyampaikan pesannya pada kita agar tidak sembarangan menghakimi orang yang lebih sibuk mengurus hal duniawi daripada surgawi, dan kita seharusnya saling mengingatkan untuk beribadah.
            Dari cerpen ini, kita juga bisa mengartikan bahwasannya tidak ada insan manusia yang luput dari dosa. Manusia pasti mempunyai dosa entah itu yang disengaja  maupun tidak sekalipun itu tokoh agama.
            Cerpen ini juga dapat dikaitkan dengan pendekatan psikologi yang dialami oleh kakek. Ada pergolakan batin yang dialami kakek. Pertama, pergolakan batin  terjadi saat kakek takut dan was-was jika melintasi pasar. Di pasar, kakek takut terkena najis dan mengurangi kesuciannya pada Tuhan. Disana pergolakan batin terjadi. Kedua, saat kakek sibuk sendiri berkomentar dan menghakimi orang-orang pasar berlebihan di dalam hati. Ketiga, saat kakek menyesali kelalaliannya dalam tugas yang mulia. Dalam cerita diceritakan betapa menyesalnya sang kakek. Kakek pun memohon ampun kepada-Nya.


Jika blog ini menjadi salah satu referensi Anda, jangan lupa menyertakan blog ini dalam daftar rujukan Anda untuk menghargai karya orang lain dan pastinya menghindari plagiarisme. Terima kasih.

No comments:

Post a Comment

Terima kasih telah mengunjungi blog ini dan memberikan komentar.

CARA GRADING ATAU KATROL NILAI DENGAN SPREADSHEET ATAU EXEL

  Di atas adalah preview dokumen spreadsheet untuk grading atau katrol nilai dengan objektif. singkat saja, pasti yang cari sedang bingung k...