DINAMIKA DANGDUT KINI: Korelasi Via Vallen "Sayang" dengan Daging Kambing (Sebuah Kajian Ngalor-ngidul)

Bertepatan dengan hajat Qurban, maka kajian ngalor-ngidul kali ini sangat tepat sekali membahas lagu dangdut berbumbu rap.

Saya sudah menyelidiki asal usul rap yang muncul di lagu produk asli Indonesia ini. Pastinya, para pembaca ini sangat sering sekali mendengar lagu dangdut, bisa dangdut koplo jawa, dangdut banyuwangian, mana pun asal dangdut ber-Rap, kan?
Apalagi kalau hampir tiap hari menggunakan angkutan umum, elf/bison, bis, angkot, nah kalau ojek, pesawat, dan kereta mungkin tidak.

Diusut, setahun terakhir ini bermunculan dangdut berbumbu rap dengan bahasa lokal (bergantung dangdut mana?), Karena apa? Karena bertepatan dengan hari raya kambing.
Detak jantung sang pembuat lagu memiliki perbedaan di tengah pembuatan sebuah lagu. Pencipta lagu mengonsumsi olahan kambing, ---sate, gule, sop, rawon dari daging kambing--- ketika di tengah proses pembuatan lagu-lagu. Dan karena itu terdapat perbedaan bpm di sebuah lagu.

Lagu dangdut yang saya usut yaitu, "Sayang" yang dipopulerkan Via Vallen.
Dari awal sampai bridge "Meh sambat kalih sinten..." bertempo 70 bpm, selepas bridge menjadi 140 bpm. Itu tandanya ada dinamika di lagu dangdut itu. Ya, musik pun mengikuti zaman dengan caranya sendiri.

NB:
Tempo. Tempo menandakan seberapa cepat lagu dimainkan. Istilah modern untuk tempo adalah BPM atau Beats per Minute, yaitu berapa banyak ketukan yang terjadi dalam waktu 60 detik. Dalam pengetahuan musik klasik, tempo ditandai dengan istilah-istilah bahasa Italia seperti Adagio, Allegretto, dan Presto, yang masing-masing memiliki kecepatan tertentu. Namun, untuk produksi musik modern menggunakan piranti lunak, lebih mudah menentukan kecepatan lagu menggunakan BPM. (http://mahirmenulislagu.com/beat-bar-time-signature-tempo/)

LANJUT.
Rap muncul di bagian lagu yang ber-70 bpm, lalu rap tidak ada ketika beat diduakalilipatkan (140 bpm).

Penonton Via Vallen pun bisa berjoget ala anak reggae (karena musik reggae bermain di 60-90 bpm) dan berjoget ala anak diskotik (karena musik-musik sejenis yang diputar disana 130-145 bpm).

Kenapa lagu "Sayang" ini berhasil membuat penonton berjingkrak-jingkrak? Kalau kamu pernah menonton film "We Are Your Friends" yang rilis tahun 2015, kalian akan paham. Di bagian sebuah film dijelaskan bahwa jika ingin berhasil membuat orang "terhipnotis" oleh lagu, mulailah dari beat yang sama dengan denyut jantung lalu digiring ke beat yang cepat secara bertahap, maka penonton/pendengar secara otomatis akan jingkrak-jingkrak pada akhirnya. Dan itu diaplikasikan oleh pembuat lagu atau musik komposer "Sayang".

Olahan kambing berpengaruh besar atas kedinamikaan lagu dangdut di Indonesia. Dari kajian ngalor-ngidul kali ini, menjadi tahu bahwa tidak untuk kesehatan saja manfaat dari kandungan daging kambing, bahkan sampai ke perihal musik.

Sekian, ujung kalimat, berdayakan kambing, sapi, unta, kebo, beserta hewan ternak lainnya dan selamat Hari Raya Idul Adha.

MALANG - 2017


Jika blog ini menjadi salah satu referensi Anda, jangan lupa menyertakan blog ini dalam daftar rujukan Anda untuk menghargai karya orang lain dan pastinya menghindari plagiarisme. Terima kasih.

(Artikel Hari Buruh) MAY DAY: Jalan Panjang Kaum Buruh Indonesia (Sebuah Kajian Ngalor-ngidul)




Jangan serukan: “Bersatulah Buruh Sedunia!”



SEJARAH 1 MEI DI INDONESIA

Pengubahan tanggal hitam 1 Mei menjadi tanggal merah bukan perkara mudah dan singkat. Bolehlah sembari Anda menikmati hari libur, patutlah kita mengetahui perjalanan 1 Mei dalam kalender Indonesia. Berikut sejarah singkat mulai dari tahun 1966-disahkannya Hari Buruh Internasional menjadi Hari Libur Nasional.

Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, May Day diidentikkan dengan ideologi komunisme yang saat itu sangat dilarang keberadaannya. Karena itu, penetapan hari buruh internasional pada 1 Mei pada masa Orde Baru sempat ditiadakan.

Langkah awal pemerintahan Soeharto untuk menghilangkan perayaan May Day dilakukan dengan mengganti nama Kementerian Perburuhan pada Kabinet Dwikora menjadi Departemen Tenaga Kerja. Presiden Soeharto menunjuk Awaloedin Djamin menjadi Menteri Tenaga Kerja pertama era Orde Baru. Ia dipilih karena latar belakangnya sebagai perwira polisi. Menurut Soeharto, Awaloedin merupakan sosok yang tepat untuk mengisi jabatan itu karena dinilai mampu menghadapi kaum buruh.

"Bulan Mei 1966, Awaludin mengusahakan agar 1 Mei 1966 tidak dirayakan lagi karena dianggap berkonotasi kiri. Namun usaha itu belum berhasil karena serikat buruh masih kuat. Baru sejak 1 Mei 1967, peringatan Hari Buruh dihapus," ucap Asvi Warman Adam, dalam kolom Opini Kompas, 8 Oktober 2003.

"Indonesia pernah memiliki serikat buruh yang berorientasi kelas, khususnya pada era Demokrasi Terpimpin melalui Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI). Ketika Orde Baru berkuasa, serikat buruh berorientasi kelas ini dibasmi secara brutal, yang melahirkan trauma sejarah panjang hingga sekarang," kata Surya Tjandra, dikutip dari kolom opini Kompas, 1 mei 2012.

Karena serikat buruh saat itu masih kuat maka Peringatan hari buruh Pada 1  Mei 1966  masih diadakan oleh Awaloedin setelah mendengar pertimbangan Soeharto.

“Kalau tidak ada peringatan, pasti terjadi geger yang enggak perlu. Saya putuskan, harus diperingati. Maka tanggal 1 Mei 1966, pemerintah Orde Baru ikut melakukan upacara tersebut. Tahun berikutnya langsung saya hapuskan. Kita cari Hari Buruh Nasional saja, tak perlu yang internasional, nanti malah harus nyanyi lagu Internasionale segala,” ucap Menteri Tenaga Kerja pertama rezim Soeharto, Komisaris Besar Polisi Awaloedin Djamin, seperti dilansir Kompas, 7 Mei 2006.

Peringatan diadakan cukup meriah dengan di isi acara pawai kendaraan melewati istana. Seusai peringatan 1 Mei itu, Awaloedin melemparkan gagasan bahwa tanggal itu tidak cocok untuk peringatan buruh nasional. Selain itu, peringatan May Day selama ini telah dimanfaatkan oleh SOBSI/PKI.


"Sementara itu, secara diam-diam saya mempersiapkan ketentuan pemerintah untuk mencabut tanggal 1 Mei sebagai Hari Buruh," demikian pengakuan Awaloedin Djamin yang kemudian juga pernah menjadi Kepala Polri itu, seperti dikutip dari tulisan Asvi Warman Adam dalam Kompas (Kolom Opini) 'Hari Buruh Seyogianya Libur Nasional', 1 mei 2004.

Perkembangannya kemudian, serikat buruh digiring untuk berorientasi ekonomis. Hal itu dimulai dengan penyatuan serikat buruh yang tersisa dari huru-hara 1965 ke dalam Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FBSI) yang kemudian menjadi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI).

"Penataan hari buruh nasional kemudian dilakukan oleh Menteri Tenaga Kerja pada era Soeharto sebagai peringatan empat tahun berdirinya Federasi Buruh Seluruh Indonesia (FSBI) pada tahun 1973," Kompas, 20 Februari 1986.


FSBI adalah wadah bersatunya organisasi-organisasi buruh di seluruh Indonesia yang sebelumnya terpencar-pencar dalam berbagai organisasi. FSBI pada masa Orde Baru sangat dekat dengan pemerintah, bahkan terkesan sebagai birokrat, sehingga nasib buruh pun masih tidak banyak berubah. Bahkan, banyak pula dari kalangan buruh yang tidak tahu keberadaan organisasi ini. Selain itu, FSBI juga belum sepenuhnya independen karena masih didanai pemerintah. Pada 1986, muncul ide untuk menarik iuran sendiri dari para anggotanya.

Selama masa pemerintahan Orde Baru, buruh masih melakukan upaya pemogokan kerja, meski tak ada aksi unjuk rasa besar yang berarti seperti saat ini. Pada masa itu pula, tuntutan buruh akan upah layak, cuti haid, hingga upah lembur mulai digaungkan.

Komisi Upah yang saat itu dibentuk unutuk mengakomodasi kepentingan buruh juga mulai bersuara adanya proses penetapan upah yang tidak adil bagi buruh. Teten Masduki yang ketika itu menjadi juru bicara di Komisi Upah mengungkapkan bahwa buruh di Indonesia tak pernah diikut sertakan dalam menentukan upah yang seharusnya mereka terima.

Badan pengupahan yang ada, tidak pernah memihak pada kepentingan buruh karena serikat buruh resmi yang diakui pemerintah lemah dan dilemahkan.

"Pemerintah selama ini cenderung memperlakukan buruh sebagai bahan bakar untuk memacu industrialisasi dan mendorong ekspor, hingga untuk hal-hal yang menyentuh kebijakan mereka tak pernah diajak bicara," teten dalam Kompas, 13 Januari 1996.



ERA REFORMASI


Aksi unjuk rasa ribuah buruh dan mahasiswa kembali dilakukan pada 1 mei 2000. Ketika itu, para buruh menuntut agar 1 Mei kembali dijadikan hari buruh dan hari libur nasional. Unjuk rasa yang disertai dengan mogok kerja besar-besaran di sejumlah wilayah di Indonesia itu membuat gerah para pengusaha. Pasalnya, aksi mogok berlangsung hingga satu minggu.

PT Sony Indonesia mengancam akan hengkang ke Malaysia apabila para pekerjanya tidak kembali bekerja. Kemudian ancaman ini membuat khawatir pemerintah, karena jika PT Sony Indonesia saja berani hengkang maka perusahan elektonik lainnya diprediksi akan mengambil langkah serupa. Di sisi lain, buruh bersikeras meminta kepada pemerintah agar menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional. Sejumlah pegawai terancam diputus kontrak oleh perusahaan lantaran ikut dalam aksi ini.


"Pada tahun 2002, Menteri Tenaga Kerja Jacob Nuwa Wea mengatakan, 1 Mei tak akan dijadikan hari libur nasional. Pasalnya, Pemerintah telah menetapkan 15 hari libur nasional, sehingga terlalu berlebihan jika hari itu dijadikan hari libur," dikutip dari Kompas, 24 April 2002. Tidak ada perkembangan apapun soal tuntutan buruh agar 1 Mei dijadikan hari buruh dan hari libur nasional selama masa pemerintahan Gus Dur atau pun Megawati.

Memasuki masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), belum tampak tanda-tanda dikabulkannya tuntutan para buruh. Namun, pada masa ini tuntutan yang dilancarkan tidak lagi soal libur nasional, tetapi juga soal revisi UU Ketenagakerjaan hingga jaminan sosial yang kemudian membuahkan BPJS Kesehatan hingga BPJS Ketenegakerjaan.



Era SBY

Saat masih menjabat, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengaku tidak sepakat dengan rencana buruh untuk melakukan aksi mogok nasional. Menurutnya, hal itu hanya akan merugikan perusahanan dan juga pekerja. Meskipun saat itu ia tak melarang adanya aksi, namun SBY meminta agar mogok nasional dan aksi demo besar-besaran dipikirkan kembali.

"Saya mendapat informasi, kalau benar, akan ada rencana mogok nasional oleh para pekerja. Unjuk rasa, protes itu hak. Mogok bisa terjadi dalam kehidupan demokrasi. Yang saya harapkan berpikirlah sekali lagi apakah mogok nasional itu membikin baik keadaan atau memperburuk keadaan," ujar Presiden dalam sambutan peresmian perluasan fasilitas produksi Grup Tempo di Cikarang, Jawa Barat, Selasa (18/4) seperti dikutip dari Kompas, 19 April 2006.

Selama memimpin, SBY punya kebiasaan melakukan lawatan ke luar kota atau pun keluar negeri di saat Jakarta dikepung demo besar-besaran pada 1 Mei.

Pada tahun 2006, satu pekan sebelum demo buruh, SBY memutuskan menyerahkan tugasnya sementara kepada Wapres JK karena dirinya melakukan lawatan ke negara-negara di Timur Tengah selama 10 hari. Pada tahun itu pula, Menkokesra Aburizal Bakrie menyatakan pemerintah tak akan menetapkan hari buruh sebagai hari libur nasional pada tahun ini atau pun tahun  2007 dengan alasan apa pun.

Sikap pemerintah tidak berubah hingga akhirnya pada tahun 2013 SBY resmi menandatangani Peraturan Presiden yang menetapkan bahwa 1 Mei sebagai hari libur nasional bersamaan dengan perayaan hari buruh yang doperingati seluruh penduduk dunia.

"Hari ini, saya tetapkan 1 Mei sebagai Hari Libur Nasional dan dituangkan dalam Peraturan Presiden," kicau Presiden melalui akun Twitter resminya, @SBYudhoyono, Senin (29 Juli 2013) malam.

(Sumber: http://nasional.kompas.com/read/2016/05/01/08070931/Sejarah.Panjang.Hari.Buruh.Sedunia.dan.di.Indonesia?page=all)(tanpa suntingan)



AWAL PERJUANGAN BURUH DI INDONESIA

Perjalanan 1 Mei menjadi Hari Libur Nasional masih kalah panjang dengan perjalanan buruh sendiri dalam sejarah Indonesia. Permasalahan buruh sudah ada jauh sebelum Indonesia merdeka. Bahkan pergerakan Nasional (entah dapat disebut Nasional atau belum) pra merdeka lebih banyak diilhami oleh nasib kaum buruh. Perlu diingat, pergerakan ini diilhami oleh kesengsaraan nasib buruh masa itu. Gambar 2.1 merupakan potret masa itu (1910-an/ penulis).

Permasalahan-permasalahan yang ada (saat itu) juga memunculkan organisasi-organisasi yang memperjuangkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Salah satunya Sarekat Islam (SI) pada 1912 yang didirikan oleh Haji Oemar Said Tjokroaminoto atau yang dikenal di buku sejarah sebagai H.O.S Tjokroaminoto.


(Gambar 2.1 Di Bawah Lentera Merah - SHG)



Permasalahan buruh pada era sekarang memang sudah diatur sedemikian rupa demi keberlangsungan hidup para buruh. Tetapi, pada kenyataannya tidak semua tempat para buruh bekerja berlandaskan Undang-undang (UU) yang mengatur keberlangsungan hidup mereka.

“Dalam bidang perburuhan pun Pemerintah berpihak kepada kaum majikan.”- SHG (Lentera Merah: 21). Untuk menuntut hak-hak mereka, kaum buruh melakukan pemogokan.


Pemogokan kerja menjadi pilihan terakhir ketika kaum buruh tidak mendapatkan hak mereka untuk didengar. Tidak mudah melakukan pemogokan pada masa itu. Dengan latar belakang seadanya dan keterbatasan daya, pada akhirnya kaum buruh berani melakukan pemogokan. Dan pemogokan-pemogokan kaum buruh di Indonesia dipengaruhi oleh revolusi Rusia tahun 1917 (Gambar 2.2). Peristiwa Rusia itu kemudian dituliskan melalui sebuah artikel yang kemudian menginspirasi kaum buruh di Indonesia waktu itu.



(Gambar 2.2 Di Bawah Lentera Merah - SHG)


Setelah melakukan pemogokan, seperti biasa, Pemerintah saat itu menjanjikan kesejahteraan dan pengabulan atas permintaan kaum buruh.

Jalan keluar bagi kaum buruh pada masa itu sampai sekarang pada dasarnya masih sama, yaitu pendidikan. Tulisan ini (Gambar 2.3) seperti tulisan yang menembus mesin waktu atau memang PR yang tak kunjung selesai.

 



(Gambar 2.3 Di Bawah Lentera Merah - SHG)



            Jika kata pemerintah saat itu mengatakan kepada kaum buruh untuk bersabar, bisa dikatakan dan dipastikan bahwa kaum buruh Indonesia terlampau sabar. Pasalnya, hingga sekarang memang persoalan kesenjangan kesejahteraan yang dihadapi kaum buruh belum selesai. Sejak itu, para kaum cendekia mulai memikirkan bahwa pendidikan menjadi solusi atas nasib kaum buruh. Organisasi-organisasi mulai dibentuk untuk memperjuangkan nasib kaum buruh.



PERJUANGAN BURUH ERA KINI DI INDONESIA

Tidak sedikit orang berkecenderungan skeptis bahwa tulisan dapat menghasut hingga memecah belah persatuan. Tetapi apakah mereka sadar bahwa kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi, kesenjangan kemapanan, yang itu berarti kesenjangan kesejahteraan yang paling berpotensi memecahbelah persatuan?

Apakah mereka, buruh, sudah sejahtera? Tentu akan beragam jawaban atas pertanyaan itu. Melalui tulisan ini aku tidak akan menyerukan, “Bersatulah Buruh se-dunia!” bisa-bisa aku diciduk pihak berwajib karena dianggap memiliki haluan lain dalam menjaga persatuan Bangsa.

Organisasi-organisasi yang memperjuangkan kaum buruh mengalami tantangan-tantangan. Mulai dari organisasi itu sendiri hingga dari luar organisasi. Seperti yang tertulis di sejarah 1 Mei di Indonesia pasca 1966. Organisasi buruh dipandang sebagai organisasi berhaluan lain di Indonesia, akibatnya pembubaran Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI) —terkait dengan pemberontakan Madiun— sampai dihapuskannya Hari Buruh Internasional di kalender Nasional era Demokrasi Terpimpin kala itu.

Bagaimana dengan pasca reformasi? Ya, Hari Buruh Internasional ditetapkan sebagai Hari Libur Nasional menjadi penghibur bagi mereka kaum buruh. Tetapi, hiburan itu menjadi hiburan kecil bagi mereka. Di saat masyarakat lain piknik dengan keluarga tercinta dan menikmati long weekend, kaum buruh tetap memperjuangkan nasib mereka di hadapan pemerintah.

Seperti yang diberitakan,

KSPI menegaskan dalam peringatan mayday besok ada sekitar 500.000 buruh yang akan aksi turun ke jalan. "Sebanyak setengah juta buruh pada tanggal 1 Mei nanti akan mengadakan aksi yang terbagi di 32 provinsi di Indonesia," pungkas Ketua KSPI, Iqbal Said dalam jumpa pers di Hotel Mega Proklamasi, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat (28/4).

(Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/may-day-500-ribu-buruh-akan-demo-serentak-di-seluruh-indonesia.html)

Masih dari sumber yang sama, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) tahun ini menuntut beberapa hal,

Dalam HOSJATUM tersebut, KSPI menuntut agar pemerintah menghapus sistem outsourcing dan pemagangan. Sebab sistem tersebut hanya menaikkan angka pengangguran di Indonesia.

Iqbal menambahkan agar pemerintah memberikan jaminan sosial dan yang terakhir adalah mencabut PP 78 Tahun 2015, menolak upah murah terhadap buruh.

Beralih ke organisasi lain,

Menyambut peringatan hari buruh "MayDay" pada hari Senin 1 Mei 2017, ratusan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Kamis (27/4/2017)

(Sumber: http://www.tribunnews.com/metropolitan/2017/04/28/demo-sambut-mayday)

Federasi Serikat Buruh Karya Utama (FSBKU) menuntut dicabutnya PP 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan serta menolak revisi UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dinilai mengebiri hak-hak buruh serta menolak privatisasi aset negara.

Di atas merupakan dua dari sekian perjuangan buruh yang disuarakan melalui sekian organisasi buruh (ABM - Aliansi Buruh Menggugat, ASPEK Indonesia - Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia, FPBJ - Federasi Perjuangan Buruh Jabodetabek, SPSI - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, SPN - Serikat Pekerja Nasional, FSBI - Federasi Serikat Buruh Independen, GASBIINDO - Gabungan Serikat-serikat Buruh Islam Indonesia, KASBI - Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia, FSPMI - Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia, FSP KEP - Federasi Serikat Pekerja Kimia Energi Pertambangan dan Umum, dll). (Sumber: https://www.kaskus.co.id/thread/5361e471108b468e498b45cd/daftar-organisasi-buruh-indonesia/)

Pasca reformasi, pemerintah secara perlahan mengatur UU tentang ketenagakerjaan. Peraturan itu juga mengatur Organisasi Serikat Pekerja (dll). Seperti pasal 102 UU Tenaga Kerja tahun 2003, “dalam melaksanakan hubungan industrial, pekerja dan serikat pekerja mempunyai fungsi menjalankan pekerjaan sesuai dengan kewajibannya, menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan keterampilan, dan keahliannya serta ikut memajukan perusahaan dan memperjuangkan kesejahteraan anggota beserta keluarganya.”

Lalu Serikat pekerja/serikat buruh, federasi dan konfederasi serikat pekerja/serikat buruh yang telah mempunyai nomor bukti pencatatan berhak :


  1. Melakukan perundingan Perjanjian Kerja Bersama dengan pihak manajemen.
  2. Mewakili pekerja dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial di dewan dan lembaga perburuhan.
  3. Membentuk lembaga atau melakukan kegiatan yang berkaitan dengan usaha peningkatan kesejahteraan pekerja/buruh.
  4. Mengadakan kegiatan perburuhan selama tidak bertentangan dengan ketentuan hukum perundang-undangan yang berlaku.

Dilihat dari hak yang dituntut kaum buruh, sebenarnya masih berputar pada persoalan yang sama, kesejahteraan. Sekarang pemerintah mengatur sistem kontrak kerja. Dengan menggunakan sistem kontrak, dalam arti buruh mendapat kontrak kerja maksimal dua tahun pada kaum majikan, jika kaum majikan ingin menggunakan jasa mereka, maka kaum majikan wajib mengangkat buruh menjadi pegawai tetap.

Dapat dibayangkan bahwa setiap buruh akan putar otak selepas setahun atau dua tahun bekerja. Kontrak selesai, mereka mencari pekerjaan lagi, dan tentunya menjadi buruh juga. Bagi kaum buruh muda, mereka memanfatkan masa kerja untuk menikah. Jika kontrak selesai? Bisa dipastikan mereka akan mencari pekerjaan lain lagi.

Mereka yang turun ke jalan menyerukan hak mereka, bukan menyerukan ideologi. Mereka yang turun ke jalan, yang tergabung dalam serikat pekerja/serikat buruh, memperjuangkan kesejahteraan, bukan kepentingan lain seperti era 1960-an. Kaum majikan terlampau mapan untuk digulingkan dan kerumitan persoalan nasib sudah menyibukkan kaum buruh sendiri. Mereka hanya memperjuangkan dapur mereka agar tetap mengebul.



JALAN KELUAR

Kurang relevan jika harus menyerukan kepada kaum buruh. Pada era sekarang lebih cocok menyerukan pada generasi muda untuk bersatu. Bersama-sama membangun kekuatan untuk mempersiapkan diri pada era yang akan lebih rumit.

Kolonialisme, imperalisme, kapitalisme sudah memiliki kemasan yang berbeda. Penindasan juga sudah sangat berbeda. Jika penindasan dulu dengan kekerasan dan kesengsaraan, maka bisa dikatakan penindasan kali ini justru menghibur dan menyenangkan. Belum lagi—seperti tulisan sebelum ini yang saya kritisi— media era sekarang.

Para buruh mungkin akan selalu ada sebagai segmen yang berhubungan dengan kesenjangan kesejahteraan, tetapi pertanyaannya,  “Apakah generasi muda adalah segmen baru yang dijajah dengan sesuatu yang menghibur dan menyenangkan?” Semoga saja tidak.

Untuk mengakhiri kajian ngalor-ngidul kali ini, perkenankanlah sebentar,

“Untuk para buruh, nikmatilah hidup Kalian bagi yang bisa menikmati. Bagi yang belum, paling tidak persiapkan anak Kalian. Atau bagi buruh yang belum punya anak, mulailah putar otak.”

“Harus disadari bahwa kelas sosial ini (majikan dan buruh) sudah ada atau sengaja dibentuk jauh sebelum 1 Mei menjadi Hari Libur Nasional. Bagi Kalian yang berencana menjadi buruh, berpikirlah lebih jeli lagi. Jika Kalian mencari majikan (perusahaan, pabrik, pertambangan, pertanian, dst) yang menjamin kesejahteraan Kalian, perhatikan daya (kemampuan) Kalian atas keinginan itu. Jika tidak yakin, maka asah kemampuan hingga kesejahteraan datang dengan sendirinya.”

Sudah bukan zamannya buruh dikaitkan dengan pergerakan haluan lain, sekarang  zamannya buruh diperhatikan. Memang tidak bisa menghapuskan kelas majikan dan buruh, menjaminnya dengan Undang-undang pun juga belum cukup. Namun, pilihan paling bijak untuk itu semua adalah mempersiapkan kaum buruh Indonesia menjadi buruh yang dibutuhkan kaum majikan. Dengan itu kaum buruh akan memiliki peran atas kesejahteraannya sendiri.

Namun, menjadikan pendidikan sebagai jalan keluar tampaknya sama saja menghadapkan persoalan kepada persoalan baru. Tampaknya Buruh dan Pendidikan memang sudah menjadi dua hal yang berkaitan, Hari Buruh diperingati pada 1 Mei dan Hari Pendidikan Nasional pada 2 Mei. Saya tidak bisa menjawab atas itu. Yang pasti, perjuangan buruh tidak serta merta perjuangan kaum buruh sendiri. Dari semua hal yang berusaha dipaparkan, paling tidak sudah diketahui bersama bahwa ada jalan keluar persoalan kesenjangan kesejahteraan kaum buruh. Jalan keluar yang sebenarnya sudah ditemukan jauh sebelum Indonesia merdeka.





Jayus

2017



Jika blog ini menjadi salah satu referensi Anda, jangan lupa menyertakan blog ini dalam daftar rujukan Anda untuk menghargai karya orang lain dan pastinya menghindari plagiarisme. Terima kasih.

CERPEN (Pop/Teenlit): "Ini Sudah Lebih dari Cukup." - karya Wildan 'Jayus' T. Rohman

Pandaan-Malang

Hal yang paling males gue lakukan adalah balik ke tempat gue nimba. Nimba ember Bang? Bukan!! Nimba  ilmu. Di luar panasnya gak ketulungan, itu motivasi yang membuat enggan balik. Tapi mau gak mau gue harus balik dengan motivasi bakti kepada Ibu. Ya syukurlah gue punya Ibu super yang kuat jungkir-balik-salto untuk membiayai kuliah.
Kunci, HP, dompet, duit, SIM, STNK, sip udah semua,
—Berangkat—
Sepoi angin berhembus berlawanan dengan arah yang gue tuju, membuat panas terik tak begitu terasa. Syukurlah. Namun sepoi angin menerbitkan bahaya: Kantuk. Beginilah resiko naik motor gak ada teman ngobrol. Hampir di sepanjang perjalanan otak gue kosong, bukan berarti otak gue gak ada cairan merah, ini cuma konotasi. Semoga saja ada hal yang cukup menghibur jiwa gue yang haus akan kesenangan, selain bertemu teman indekos yang rada-rada mirip penghuni RSJ, dan indekos gue juga hampir menjadi RSJ.
Ada alasan mengapa disebut RSJ. Pernah saat gue lagi di indekos, si Ibu indekos —panggil saja Mama— punya peliharaan baru yaitu, anjing. Dia—anjing— dirantai di lantai dua, bersebelahan dengan jemuran. Gery, namanya, mengonggong tiada henti dan volumenya makin lantang. Lalu tetangga bawah rupanya merasa terusik, penasaran lalu menuju ke atas,
"Puss..puss…diem..!!" ia menunjuk-nunjuk Gery.
'Puss' yang umumnya diperuntukkan seekor kucing, bukan anjing.
Indikator Mama lain lagi. Ini waktu gue bayar bulanan indekos.
"Ma, ini bayar buat bulan depan juga."
Gue ngerti sekarang tanggal dua belas, itu artinya gue telat bayar dua hari.
"Iya," jawabnya pendek sambil buka catatan pembayaran anak se-indekos.
"Seharusnya tanggal sepuluh ya? Ya gini gak apa-apa, meskipun telat, tapi tetep Mama tulis tanggal sepuluh untuk pembayarannya."
Betapa sangat baik bukan? Dari dulu juga pembayaran gak bakal diundur lah. Kalau ditulis tanggal 14, trus bulan depan gue sengaja bayar telat lagi, dan seterusnya. Dengan perhitungan, gue akan menikmati kamar tanpa membayar selama sebulan.
Tengok spion kanan-sepi-salip-pindah ke haluan kiri-tambah kecepatan hingga motor terasa bergetar, itulah keahlian dalam berkendara yang gue punya. Sampai di pertigaan Purwosari, kujumpai pemusik sukses yang bernyanyi. Sukses? Ya, sukses jadi tanggungan negara. Ah sudahlah.
Untuk melawan kantuk dalam berkendara, sangat dianjurkan untuk bernyanyi gak jelas. Percayalah itu akan sangat membantu. Dan selain kantuk, ada musuh lagi bagi para pengendara motor yaitu, gas emisi dari truk-truk. Selain menggangu pernafasan, emisi itu juga akan menjadikan wajah seperti tentara yang sedang gerilya. Dalam melawan dua bahanya itu, terkuak fungsi lain dari helm. Pertama, helm mampu meredam suara fals sehingga gak terdengar orang lain. Kedua, helm mampu membelokkan asap hitam emisi jahat truk-truk.
—Lawang—
Pemandangan indah gue lihat di daerah Lawang, tepatnya saat melintasi fry over. Eh! Fly over ding. Ketika tanjakan fly over, di sebelah kiri tampak bukit berjajar dengan beberapa cerobong asap pabrik yang mengepul. Lalu ada awan putih menjadi hiasan diatas dan belakang bukit.
Sempat punya pikiran dan sempat kaget: tumben-tumbennya otak gue berpikir ya? Mengapa daerah ini dinamakan Lawang? Lawang (bahasa jawa) yang dalam bahasa Indonesia berarti ‘Pintu’. Gue gak pernah nemuin selot pintu besar sebelum jembatan. Orang zaman dulu emang penuh misteri.
Perhatian gue kemudian dicuri oleh perempuan-perempuan cantik di pinggir jalan. Eits! Bukan menjajakan diri. Mereka berpakaian rapi: berkemeja putih, bercelana hitam, dan bersepatu kulit hitam layaknya sepatu orang kantoran. Cukup lama otak gue mencerna arti visual tadi. Mungkin sel-sel otak gue sudah bosan hidup di kepala juragan payah. Oh, itu (calon) bidan, cantik-cantik lho ternyata.
Aduh, gue jadi ingat Aini Nisa  L. gue lupa ‘L’ itu kepanjangannya apa dan semoga aja namanya benar seperti itu temen SMA. Apa kabar dia ya? Apa masih bulat seperti terakhir ketemu? Sayang, SMS gak bisa nunjukin kondisinya seperti apa.
Aneh, mengingat proses kenal, dia adalah (mantan) pacar temen gue waktu SMA, Hadi. Tapi kalau diingat lagi, gue kenal dia pas lagi dekat dengan Mega, teman Nisa. Agak bingung kan? Apalagi gue. Sifat dia lebih dulu gue tahu daripada ketemu, kebanyakan yang gue tahu dari Hadi.
Nisa adalah anak seorang Polisi Militer (PM). Awalnya gue gak percaya, akhirnya gue buktiin sendiri pergi ke rumahnya. Alhasil, gue lihat helm putih bertuliskan PM menjadi hiasan meja di ruang tamu. Berikutnya, lukisan besar keluarga terpampang: Ayah, Ibu, adik, dan pastinya, sebut saja ‘Bunga’. Dan pernah dia agak malu ketika gue bahas lukisan itu, ya mungkin merasa bahwa gambar dia di lukisan itu terlalu cantik daripada aslinya.
Hal unik dari fisik seorang Bunga, di mata kirinya terdapat bintik hitam, yang bisa disebut tahi lalat. Itu yang gue tangkap saat berani memandang matanya. Jarang-jarang gue berani memandang mata seorang cewek. Kelemahan gue adalah gak bisa memandang mata seorang cewek lama-lama. Gue takut bisa terhipnotis, lalu tertidur dan menceritakan semua aib gue.
Pandaan-Malang dengan jarak tempuh 45 menit. Gak terasa udah sampai padahal otak baru terisi pikiran saat di Lawang, tepat di tengah-tengah antara Pandaan dan Malang. Seperti hubungan gue dengan Bunga, di tengah-tengah, gak terlalu dekat dan gak terlalu jauh.
Sekarang kudapati kenyataan bahwa diri menuju RSJ a.k.a indekos. Untung pas gue sampai, penderita gangguan jiwa tak terlalu ramai, jadi bisa sampai di kamar dengan selamat tanpa kurang sedikit pun.
Ingatan kecil

Apa benar cinta pertama itu sulit dilupakan? Kebanyakan cinta pertama mereka saat SD. Gue berpikir, mungkin karena ingatan paling kuat adalah saat anak-anak, jadi mereka beranggapan cinta pertama sulit dilupakan dan setiap orang pasti punya cerita sendiri-sendiri. Banyak juga hal yang mengingatkan pada seseorang itu. Bisa dari foto bareng yang tentu saja difoto oleh guru, atau keluarga pada saat acara sekolah.
Kalau kenangan cinta pertama muncul dari sebuah bangku di sekolah dasar? Mungkin cuma Bunga yang punya. Memang sedikit aneh anak itu. Bangku sekolah yang bertuliskan nama dia dengan cinta pertamanya, ditulis menggunakan tipe-x.
Untung waktu dia SD gejala alay belum merasuk. Coba kalau sudah masuk, mungkin bangku akan bertuliskan,
“Aquhh ayangh ammuhh..”
Atau kalau gak,
“BunG4 cyinyytta4h :* :* :* :* :*”
Berbeda jauh dengan gue. Kehidupan masa SD menjadi kutu buku. Gak mengenal apa itu “cinta”. Padahal sudah banyak anak-anak yang sudah main “pacar-pacaran”. Gue mulai berpikir ada yang mencintai ada yang dicintai saat gue dapat sebuah boneka beruang dari keramik dan surat kecil dari teman perempuan. Itu pun sehari setelah acara kelulusan. Di surat itu dia menyatakan cinta ke gue, bingung gak ketulungan. Sayang, satu hari setelah gue menerima surat itu, dia balik ke kampung halamannya, Palembang.
Bagaimana dengan Bunga? Yang aku tahu, dia masih ingat ‘Itu’.
Kita akan tertawa jika mengenang hal-hal kecil tentang cinta pertama. Kita akan selalu ingat itu walaupun sudah memiliki hubungan dengan orang yang jauh berbeda dengan “Cinta pertama saat SD.”
“Cewek itu gak bisa lupa sama apapun yang dia anggap spesial banget, biarpun udah terkikis masa!” katanya suatu waktu.

Sedikit Berubah
“Halo tetangga!!” pasien kamar sebelah menyapa dengan raut wajah riang gembira.
Dasar penghuni RSJ, berharap tidur dua jam, terpotong karena pasien sebelah.
Setelah bangun tidur, otak kita memiliki refleks alami karena kebiasaan, dan kebiasaan bangun tidur gue adalah lihat handphone.
Kucek mata sedikit-buka tombol-
“Ada SMS?”
“Woi, aku di Gramed.”
—Hening—
—Bunyi SMS masuk—
“Ayooo nontooooooon skrg..hehehehe.”
“Ha???!!”
SMS dari Bunga lebih mengangetkan daripada pasien sebelah.
Gue harus segera mandi dan meluncur ke salah satu mall besar di Malang. Bunga sudah ada disana. Cewek yang sulit ditebak. Mungkin, kalau ada polisi yang mengintai dia, polisi bakal frustasi karena jadwalnya yang suka berubah-ubah.
“Mau kemana nih?”
“Ke 21!.”
“Ngapain?”
“Bunga SMS.”
“Wusshh, tetangga kita kencan!”
“Kencan gundulmu a?! Sudah ada yang punya.”
“Halahhh…Selama janur kuning belum melengkung!”
Semboyan pasien sebelah barusan memutar ingatan gue secara cepat, semboyan yang sempat membawa gue dalam masa yang kelam, mengejar seorang cewek yang sudah memiliki hubungan dan selalu mencari celah. Sudahlah.
—Mandi—ganti baju—ngaca—cukuran—ngaca lagi—oke—bunyi SMS masuk—
“Gramed lantai 2. Baju kuning kotak2. Gausah dandan. Lama!”
Tahu aja kalau gue lagi dandan.
“Berangkat dulu bro!!”
“Oke tetangga!! Sukses buat kencannya!!”
—Sampai—
Oke, sekarang menuju ke tempat janjian. Cari cewek baju kuning. Masuk Gramed, clingak-clinguk. Ada punggung yang tak asing lagi bagi gue, mungkin itu dia. Lagi-lagi, kecanggungan gue ke dia gak ada hilangnya. Mending gue SMS suruh hadap belakang. Namun usaha gue itu gagal, HP Bunga mati. Terpaksa gue tunggu sampai dia balik badan sendiri.
—Dor!!—
Akhirnya berbaliklah dia.
Sedikit berubah, tumbuh jerawat pada kedua pipinya, agak kurus, wajahnya sudah tak lagi bulat karena pipi yang sedikit banyak mengandung lemak.
Dan berjalanlah dia dan gue ke 21, namun apa yang terjadi pemirsa? Film sudah berlangsung selama sepuluh menit dan dia memutuskan untuk nongkrong saja.
Dia memakai sepatu high heels coklat, cukup match dengan warna hitam tasnya dan baju kuning kotak-kotak. Inilah Bunga yang gue kenal dari dulu. Untuk masalah fashion dia paham,  jadi memikirkan mix and match. Enggak seperti gue yang menerapkan mix and match dengan ketersediaan pakaian yang bersih, bukan warna.
Gue hanya pakai kaos hitam, celana hitam dan sandal model japit putih. Berandal, dia menilai gue begitu.
“Gue laper!” cetus gue.
“Udah kelihatan kok.”
“Makan aja ya.”
“Iya.” jawabannya pendek.
Apa dia malu berjalan dengan berandal? Ya, sekilas seperti putri orang penting yang memiliki body guard  cacingan.
Nasi goreng adalah menu yang gue pilih di antara banyaknya pilihan, bukan karena selera, hanya karena gue gak tahu rasa dari menu yang disediakan food court. Prinsip gue, ‘Buat perut kok coba-coba.’
“Cari tempat dulu.”
“Oke!” jawabku pendek.
Gue mah nurut aja sama majikan.
Selama pembicaraan, gue memperhatikan dia, apa aja yang berubah selain pipi. Gue lihat mata kiriya, tahi lalatnya tetap di mata kiri, gak pindah-pindah. Hanya cara berpakaian sudah berubah ke arah dewasa dan tak lupa cara berbicara seperti presenter yang sudah sukses.
Dari segi abstrak, ada hal besar yang berubah, benar-benar 360 derajat. Dalam hal pemilihan cowok, dia dari dulu memiliki selera tinggi dalam hal ini. Kalau gak cowok kulit putih, tajir, keren, ganteng, tentu saja itu menurut dia. Namun nampaknya gangguan otak terjadi padanya. Dia memilih cowok yang bertolak belakang (secara fisik) dari yang gue sebutin tadi.
Dia kenal cowoknya (sampai detik gue nulis ini) melalui jejaring sosial itu. Apa sebaiknya gue nuntut ke Mark Zulkenberg aja ya? Penemuan gila membuat dia juga gila.
“Beauty and The Beast.”
 Cuma itu yang bisa menggambarkan.
Berubah: Sebuah kepastian yang selalu terjadi dan dialami manusia seperti Bunga, walaupun sedikit.

Pangeran yang Tak Diharapkan
Sekolah Menengah Atas, banyak yang bilang kalau masa itu masa yang paling sulit buat dilupain selain cinta pertama. Mulai dari kenakalan yang bertambah intens, menemukan sahabat, mengenal adanya penjurusan, bertambahnya spesifikasi mata pelajaran, try out SNMPTN, dan PMDK. Ada hal yang gak bakal dilupain oleh dia saat dia pingsan.
—Bagi pembaca yang gak tahu menahu tentang kejadian ini, tenang aja, bakal gue ceritain Bunga memang gak perhatian dengan perut, dalam artian malas makan dan otaknya dipenuhi dengan rumus —otomatis karena jurusan IPA—. Karena kecerobohannya itulah dia bertemu pangeran.
Suatu waktu, gue lupa hari apa itu, kalau tidak salah hari Senin, selepas upacara bendera atau olahraga, cuaca sangat panas. Kemudian apa yang terjadi? Dia pingsan! Kabar dari beberapa teman dan memang benar setelah yang pingsan cerita sendiri ke gue.
Layaknya dongeng yang terjadi, putri yang terkulai lemas ditolong oleh seorang penyelamat, yaitu pangeran. Bunga digendong oleh pangeran dan dibawa ke ruang UKS beserta teman-teman ceweknya dibelakang mengiringi prosesi tersebut.
 Namun anehnya, dia gak suka dengan pangeran ini, jauh dari harapan seorang Bunga. Pangeran kodok mungkin yang dia harapkan. Namanya Sayful Rizal, temen gue, sekaligus mantan personil band gue waktu SMA. Berpawakan tinggi, kulit sawo mentah, dan lubang hidung yang cukup menyedot tiga ekor lalat sekaligus.
Untung saja dia pingsannya merem, coba kalau melek, bakal turun dari gendongan dan jalan sendiri ke UKS. Cowok itu memang suka dia, mungkin dari kelas satu SMA. Mereka kan satu kelas, dan cinlok pun menyerang.
Masa SMA memang indah, bahkan bagi pangeran yang tak diharapkan.

Pendek untuk Panjang
Obrolan panjang terus berlanjut, piring sisa nasi goreng, es teh yang tinggal separuh, bon pembelian, tas Bunga, dan uang recehan tetap jadi penonton setia di atas meja. Kita duduk di sebelah pilar yang cukup besar, suaranya paling gue dengar dari semua yang bisa gue tangkap saat itu.
Topik kuliah menjadi menu pembuka obrolan, lanjut ke urusan pasangan, dalam topik itu gue gak banyak ngomong karena gue gak punya pasangan. Dari hal wajar hingga hal gak wajar kita bahas.
“Cowokku bingung mau ngasih gue kado apa.”
Gue baru nyadar, hari Jumat dia ulang tahun yang ke sembilan belas, masih kecil manggil gue ,’ Dek.’
Gue juga bakal bingung kalau dia minta kado, sebenarnya ingin ngasih kado ke dia, namun apa kado gue ntar berarti di hati dia?
Pernah waktu dia ulang tahun. gue lihat jejaring sosialnya —jejaring sosial juga menjadi pembuktian eksistensi kepopuleran, waktu ultah— banyak banget yang mengucapkan,
“HBD!”
Ada juga yang pakai bahasa Jepang, Indonesia, Jawa, sampai pakai gambar gift, kemudian sampai ada yang mention (mengharap dibalas). Benar-benar memenuhi wall-nya. Lu akan sedikit emosi kalau ingin baca status terakhirnya, karena lu harus klik ‘see more posts’  berulang kali.
Topik mantan juga sempat kita bahas waktu itu, dan lagi-lagi membuka luka hati. Di food court yang sekarang kita kunjungi juga pernah menjadi saksi bisu kemesraan gue dengan (mantan) pacar. Dia sempat kerja di mall sebelah. Kita putus karena memang semua berubah, dalam waktu sebulan, waktu yang cepat dibanding dengan hubungan yang telah kita jalin mulai SMA.
Bunga mungkin juga pernah merasakan manisnya pacaran di tempat ini (mungkin sampai sekarang juga). Tapi sekarang kita sedang membicarakan mantan, bukan pacar. Hadi, mantan pacar dia, lagi-lagi muncul nama cowok itu dalam obrolan, mungkin mantan yang dianggap oleh Bunga hanya dia seorang. Sifat Bunga yang rada emosional membuat temen gue, Hadi, gak kuat. Dia marah karena cowoknya sering mengingkari janjinya, begitulah yang gue tangkap.
Nasi goreng dan es teh menjadi bahan bakar selama satu setengah jam ngobrol, untung meja makan gak pake bill seperti warnet, bayar dua kali dong ntar. Tengok kiri-kanan kulihat saja, banyak pengujung yang sudah hilang. Tentu saja, berbeda dengan kita yang ke food court  untuk makan plus-plus, plus ngobrol maksudnya.
“Jam berapa?”
“Jam enam sore, kamu gak balik?”
“Iya, ayo balik.”
Gue beranjak dari kursi, kursinya bilang terima kasih karena terlalu lama diduduki, dan piring beserta gelas melambai mengucapkan sampai jumpa. Masih terasa banget memori bersama mantan. Rela (hanya) menemani dia buat makan pas istirahat se-jam, ngobrol dengan waktu efektif setengah jam, dan lalu balik kerja. 15 menit nemenin makan, 15 menit ngobrol, 15 menit dia pergi ke toilet buat memperbaiki make up-nya lagi, dan 15 menit selanjutnya gue merana karena hanya waktu yang membunuh gue secara perlahan.
—Turun ke lantai dua—
“Udah ya.”
“Ya.”
Kita salaman, seperti biasa, tangannya masih lengkap, kiri-kanan, jari-jari juga masih utuh yang kanan untuk bersalaman.
Gue ngerti kalau Bunga orangnya males dengan kelebayan dalam pemberian perhatian, ini gue tangkep pas gue anterin dia pakai motor dan saat itu hujan, dia males pakai jas hujan dan neg dengar perkataan gue yang dia anggap terlalu perhatian. Hal itu juga yang membuat gue enggan buat nanya ini itu selepas ini.
Akhirnya gue cuma ngomong,
Hati-hati kalau pulang, habis kaki kiri langsung kaki kanan..” campur dengan canda.
Iya.”
Kamu ke kiri kan? Ke parkiran?”
Iya, kamu lurus ke depan?”
Iya. Udah ya.”
Pisah—
Seiring dengan turunnya kita dari eskalator, dia ke arah depan, gue ke arah kiri, ke parkiran. Kata yang terlalu pendek untuk penutupan sebuah obrolan panjang. Menyesuaikan dengan durasi dari sebuah eskalator. Jika saja eskalator bergerak lambat, penutupan akan sedikit lebih panjang.


2012






Jika blog ini menjadi salah satu referensi Anda, jangan lupa menyertakan blog ini dalam daftar rujukan Anda untuk menghargai karya orang lain dan pastinya menghindari plagiarisme. Terima kasih.

CARA GRADING ATAU KATROL NILAI DENGAN SPREADSHEET ATAU EXEL

  Di atas adalah preview dokumen spreadsheet untuk grading atau katrol nilai dengan objektif. singkat saja, pasti yang cari sedang bingung k...