REFLEKSI CERPEN (Analisis): "Dodolitdodolitdodolitbret" karya Seno Gumirah Aji Darma

Nama: Wildan T.R 

Judul : Dodolitdodolitdodolibret
Karya : Seno Gumirah Ajidarma

Mengisahkan seseorang yang merasa dirinya seorang guru yang mampu berdo’a dengan benar, berkelana untuk mengajarkan cara berdo’a dengan benar menurutnya. Memberi tahu hidup itu seperti apa, pokoknya ia merasa yang paling mengerti tentang hidup. Ia berpaham bahwa orang yamng mampu berdo’a dengan baik dapat berjlan di atas air.
Hingga suatu saat ia berkelana ke daerah pulau yang terletak di tengah danau yang luas sekali. Ia merasa bahwa sekua penduduk di sana pasti tidak dapat berdo’a dengan benar karena daerah yang terpencil, jauh dari desa lain. Sesampainya di pulau itu ia mengajarkan beberapa orang untuk berdo’a dengan benar, ia hampir putus asa karena ia kesulitan untuk memberikan ilmunya kepada mereka. Mereka sulit mengerti, bahkan cara berdo’a mereka seperti meminta kutukan ke diri mereka sendiri. Namun Kiplik tak patah semangat untuk mengajarkan cara berdo’a dengan benar.
Setelah berusaha dengan keras, Guru Kiplik berhasil membuat mereka dapat berdo’a dengan benar. Kemudia ia memutuskan untuk kembali. Ia mengambil galah dan menaiki sampan. Di tengah danau ia mendengar  beberapa orang memanggil namanya, ia menoleh dan terkejut. Orang-orang yang diajanya tadi berlari diatas air, mereka berteriak karena lupa cara berdo’a dengan benar menurut Guru Kiplik dan mengingunkan Guru Kiplik kembali.
Cerpen ini sungguh menyindir apa yang sering terjadi di sekitar kita. Sering kita menemui hal seperti itu. Seseorang yang merasa dirinya paling mampu di antara yang lain padahal terdapat orang yang lebih mampu daripada dia sendiri. Cerpen ini tidak terkesan menggurui, pengarang menyindir secara halus bahkan pembaca tak merasa bahwa cerpen ini tidak menyindir, dikemas dengan bahasa yang sederhana sehingga mudah dimengerti jalan ceritanya.
J.A.J

APRESIASI PUISI (Analisis): "O" karya Sutadji Calzoum Bachri dengan Pendekatan Objektif



Karya Sutardji Calzoum Bachri

 
O

dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
siasiaku siasiakau siasiasia siabalau siarisau siakalaian siasiasia
waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswas
duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
oku okau okosong orindu okalian obolong orisau oKau O . . . .

(O, 1970)

 
 




1.    Struktur Global

Puisi di atas adalah puisi kontemporer, istilah kontemporer ini menunjuk pada waktu bukan pada puisi tersebut, sebab pada masa kontemporer ini banyak model puisi yang konvensional. Kecenderungan puisi kontemporer menampilkan struktur tematik dan struktur sintaktik yang berbeda dengan puisi-puisi sebelumnya.

Puisi di atas terdiri dari delapan larik dan itu semua mengungkapkan tema Ketuhanan. Ketuhanan dapat kita tangkap lewat penggunaan bahasanya. Kata-kata yang sering diulang atau repetisi membantu menciptakan suasanakegelisahan dan konflik batin dalam pencarian Tuhan itu. Hal ini dapat diketahui jika teliti dari larik demi larik berikut :

a. Larik pertama : dukaku dukakau dukarisau dukakalian dukangiau
Pada larik pertama, terdapat kata duka sebanyak lima kata, itu mengartikan bahwa pengarang benar-benar merasa duka. Intensitas kata yang muncul menandakan pengarang ingin memberikan tekanan pada kata itu.

b. Larik kedua : resahku resahkau resahrisau resahbalau resahkalian
Larik kedua, terdapat kata “resah” sebanyak lima kata, tak jauh berbeda pada larik pertama, pengarang menekankan kata “resah”, itu berarti pengarang merasakan resah pada “aku”, “kau”, “kalian” yang terlalu. Permainan kata juga terdapat pada larik kedua, yaitu “resahrisau” dan “resahbalau”.

c. Larik ketiga : raguku ragukau raguguru ragutahu ragukalian
Larik ketiga, terdapat kata “ragu” sebanyak lima kata, tak jauh berbeda dengan larik pertama dan kedua. Pengulangan kata menandakan penekanan, “ragu” dirasakan oleh “aku” “kau” “guru”, dan “kalian”. “Ragutahu” berarti “aku” merasakan keraguan untuk tahu sesuatu hal.

d. Larik ke-empat : mauku maukau mautahu mausampai maukalian maukenal maugapai
Larik ke-empat, terdapat kata “mau” sebanyak tujuh kata, lebih banyak daripada larik pertama hingga ketiga. Kemauan lebih besar daripada duka, resah, ragu.  Tetap saja si “aku”, “kau”, dan “kalian” yang merasakan kemauan itu. Kemauan itu berbeda-beda, seperti ingin tahu pada “mautahu”, ingin sampai pada “mausampai”, ingin kenal pada “maukenal”, dan ingin menggapai pada “maugapai”.
e. Larik kelima : siasiaku siasiakau siasiasia siabalau siarisau siakalaian siasiasia
Larik kelima, terdapat kata “siasia” sebanyak tujuh kali, jumlah ini sama dengan kata “mau” pada larik sebelumnya. Dapat diartikan jika kemauan si aku, kamu, dan kalian menjadi sia-sia. “siasiasia”, “siabalau”, “siarisau” merupakan permainan kata.

f. Larik ke-enam : waswasku waswaskau waswaskalian waswaswaswaswaswaswaswas
Larik ke-enam, terdapat kata “waswas” sebanyak tujuh kali, jumlah ini juga sama dengan kata”mau”, “siasia” sehingga dapat diartikan bahwa setelah kemauan si “aku”, “kau”, dan “kalian” berubah menjadi sia-sia, ke-sia-siaan mereka berubah menjadi was-was.
g. Larik ketujuh : duhaiku duhaikau duhairindu duhaingilu duhaikalian duhaisangsai
Larik ketujuh, terdapat kata “duhai”, si “aku” menyapa “kau”, “kalian”, mengartikan jika si”aku” ingin semua juga tahu, termasuk “rindu” dan “ngilu”, sedangkan  “duhaisangsai” merupakan permainan kata.

h. Larik kedelapan : oku okau okosong orindu okalian obolong orisau oKau O . . . .
Larik kedelapan, sedikit berbeda dengan larik-larik sebelumnya, “o” bermakna lebih dari sekadar huruf “o”, dalam “oku”, “okau”, dan “okalian”. “o” seperti sesuatu hal, kemudian kata ”bolong” yang berarti berlubang dan kata “okosong” dapat berarti suatu kekosongan. Kata yang menonjol adalah penulisan “oKau”, dapat dirartikan bahwa “Kau” adalah Tuhan.
Dengan demikian, struktur makna global dari puisi O bertemakan Ketuhanan. Pengarang begitu menekanan pada kata resah, ragu, mau, sia-sia, waswas, duhai, dan o adalah sebuah tekanan yang memberi makna lebih pada duka, keresahan yang akhirnya menimbulkan ragu dan juga keingintahuan walaupun itu hanya sia-sia dan membuat waswas. Pengulangan kata itu merupakan penekanan juga pada artinya. Kegelisahan yang menjadi konflik batin si “aku” bermula dari perasaan duka, keresahan, keraguan hingga muncul kemauan untuk mengenali/ menggapai Tuhan, namun kemauan itu hanya menjadi sia-sia. Kesia-siaan itu kemudian membuat perasaan si “aku” menjadi was-was. Pencarian itu dirasa tak ada hasil, kosong. Duka, resah, dan keraguan hanya bisa dikembalikan kepada Tuhan.

2.    Penyair dan Kenyataan Sejarah
Faktor penyair dan kenyataan sejarah akan membantu melengkapi pembahasan puisi ini dengan mengenali latar belakang pengarang. Sutardji Calzoum Bachri lahir 24 Juni 1941 di Rengat, Riau. Ia muncul di periode 1970-an yang banyak memunculkan puisi kontemporer. Puisi kontemporer menampilkan struktur tematik dan struktur sintaktik yang berbeda dengan puisi-puisi sebelumnya.

Kecenderungan yang dibawa oleh Sutardji Calzoum Bachri yang pertama ialah menghidupkan kembali mantra-mantra Melayu dalam puisi Indonesia modern. Mantra berarti penggunaan kata-kata atau bunyi-bunyi yang berulang untuk menciptakan daya magis. Kecenderungan lain yang ia bawa ialah puisi konkret yang mementingkan bentuk grafis atau tata wajah, disusun mirip dengan gambar. Di samping makna yang ingin disampaikanoleh penyair, ia juga ingin memperlihatkan kemanisan susunan kata-kata dan baris serta bait yang menyerupai gambar.

Puisi-puisi Sutardji sangat memukau diantaranya disebabkan karena sang penyair mampu memutar balikkan makna kata, loguka kata, dan juga pengulangan kata-kata. Jika dibaca sepintas tak terasa memukau, namun jika dibaca lebih jauh, pemutar balikkan dan pembuatan variasi kata-kata itu begitu cerdas dan bermakna. Pengulangan kata-kata yang berlebih juga mengandung makna tertentu yakni memperkuat apa yang hendak disampaikan.

 

3.   
Analisis struktur Fisik dan Struktur Batin

Dalam mengapresiasi sebuah puisi,perlu mengetahui struktur fisik dan batin yang dibangun oleh spuisi tersebut.

a. Struktur Fisik Puisi

Penyair memilih kata-kata yang mnimbulkan suasana tertentu. Kata-kata itu terkadang memiliki makna kias, makna sesungguhnya, dan makna lambang.

Diksi yang digunakan kebanyakan makna sesungguhnya, seperti yang dikatakan Sutardji Calzoum Bachri dalam “KredoPuisi” bahwa kata itu adalah pengertian itu sendiri tidak harus bermakna lain. Sehingga dalam puisinya ini banyak terdapat makna sesungguhnya/denotasi. Namun, yang perlu disoroti adalah kata “oKau”, kata ini dapat berarti penyair menyinggung/memanggil Tuhan, Oh Kau/oh Tuhan. Sedangkan “obolong” dan “okosong” merupakan lambang kekosongan.
Pengimajian dalam puisi “O” ini terdapat beberapa pengimajian antara lain penglihatan, pedengaran, dan cita rasa. Indera perasa dilibatkan dalam kata ”duka”, “resah” “ragu” “ngilu”, “sia-sia”, dan “waswas”, sehingga pembaca seakan ikut merasa duka, resah, ragu, ngilu, sia-sia, dan was-was dengan membaca puisi tersebut.
Pengimajian melalui indera pendengaran terlihat dari kata ”dukangiau” karena kata ngiau adalah suara hewan yakni kucing sebagai suatu bahan perbandingan. Selain itu juga ada pengimajian melalui indera penglihatan, yaitu pada kata ”okosong” dan ”obolong” karena kosong dan bolong itu hanya bisa diketahui dangan melihat suasana. Semuanya bertujuan membawa pembaca dengan segenap inderanya bisa merasakan duka, resah, ragu, ngilu, sia-sia, dan was-was yang ada dalam puisi tersebut.
Rima pada Puisi “O” karya Sutardji Calzoum Bachri ini banyak menggunakan pengulangan sebanyak 5 kali, bahkan tujuh kali seperti pada kata “waswas”. Pengulangan yang dilebih-lebihkan jika dibaca sepintas lalu terkesan bahwa penyair ingin mempermainkan kata-kata atau suku kata yang diulang. Namun jika pikir lebih lanjut, perulangan yang berlanjut itu tentu mengandung makna tertentu yakni memperkuat apa yang hendak diungkapkan.
Tipografi atau tata wajah memberikan nuansa makna dan suasana tertentu dan dapat menampilkan aspek artistik visual. Secara tipografi, dengan memerhatikan tampilan penataan antar larik pada puisi O karya Sutardji Calzoum Bachri, tampak pada sisi kiri memiliki struktur bentuk yang rata. Hal ini  mengesankan suatu tampilan karakter stabil, lurus, teguh, mantab, dan meyakinkan.

b. Struktur Batin Puisi

Perasaan gelisah, ragu dan pasrah timbul sewaktu membaca puisi ini, hal tersebut disebabkan pengulangan kata yang berlebih. Pengulangan sebanyak 5 kali, bahkan tujuh kali seperti pada kata “waswas”, ini yakni pengulangan kata guna menekankan arti pada kata itu. Begitu juga penekanan pada kata resah, ragu, mau, sia-sia, waswas, duhai, dan o adalah sebuah tekanan yang memberi makna lebih pada duka, keresahan yang akhirnya menimbulkan ragu dan juga keingintahuan walaupun itu hanya sia-sia dan membuat waswas. Pengulangan kata itu merupakan penekanan juga pada artinya, bahkan kata.

4.    Sintesis dan Interpretasi
Secara umum, puisi menceritakan kegelisahan yang dialami tokoh si “aku”, kegelisahan dalam mencari Tuhan. Kegelisahan ini yang menjadi konflik batin si “aku”. Bperasaan duka, keresahan, keraguan hingga muncul kemauan untuk mengenali/ menggapai Tuhan, namun kemauan itu hanya menjadi sia-sia. Kesia-siaan itu kemudian membuat perasaan si “aku” menjadi was-was. Pencarian itu dirasa tak ada hasil, kosong. Duka, resah, dan keraguan hanya bisa dikembalikan kepada Tuhan.
Sikap penyair terhadap masalah adalah mengembalikan kepada Tuhan,oleh karena itu pengarang tak memberi penyelesaian di akhir puisi. Sikap penyair terhadap pembaca adalah dia menginginkan pembaca juga ikut merasa kan perasaan penyair. Terbukti pada “resahkau”, “resahkalian” dan lainnya.
Tema puisi O karya Sutardji Calzoum Bachri bertemakan Ketuhanan. Hal ini tergambar dari gambaran umum tentang usaha pencarian Tuhan, dari gambaran tersebut diceritakan perasaan tak menentu/ konflik batin yang dirasakan si “aku” dalam pencarian Tuhan.

Waluyo, Herman J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Surakarta: Erlangga.
Adiel. 2009. ANALISIS SAJAK O KARYA SUTARDJI CALZOUM BACHRI. (Online), (http://adiel87.blogspot.com/2009/01/analisis-sajak-o-karya-sutardji-calzoum.html), diakses 2 September 2012.




PUISI: "AKTAHUKA" - karya Wildan 'Jayus' T. Rohman


aku
      kamu
               tahu
aku
               tahu
      kamu tahu
               tahu
               tahu
aku
               tahu
               tahu
       kamu
aku kamu tahu
       kamu
aku          tahu
aku          tahu
      kamu
      kamu tahu
aku

1.9.12

J.A.J

CARA GRADING ATAU KATROL NILAI DENGAN SPREADSHEET ATAU EXEL

  Di atas adalah preview dokumen spreadsheet untuk grading atau katrol nilai dengan objektif. singkat saja, pasti yang cari sedang bingung k...