Oleh: Wildan T. R
Cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan” Kuntowijoyo meneritakan kisah seorang kakek yang hidup bersama istrinya yang cerewet di sebuah dusun kecil. Ia memiliki kebun di belakang rumah. Istrinya memandangnya sebagai pemalas meski ia merasa telah bekerja keras.
Ketika ia sendirian di rumah dan istrinya pergi menjenguk anaknya, timbulah hasratnya untuk bermalas-malas dan menikmati kesendirian dengan santai. Namun, tiba-tiba kesadaran muncul dalam dirinya: sebagai seorang Muslim tidaklah baik bermalas-malas dan menyia-nyiakan waktu, kemudian dia teringat kalau di dusun itu orang sedang membangun sebuah surau. Dia berpikir bahwa telah banyak orang memberikan sumbangan baik tenaga, pikiran, dan harta, karena inilah ia pun mengurungkan niatnya untuk bermalas-malas. Dia pergi menuju kebunnya dan menemukan sebuah pohon nangka tua yang ditanam dan dipeliharanya sendiri sejak kecil. Dia bekerja keras menebang pohon itu bersama seseorang atau dalam cerpen disebut penebang dan menyumbangkan pohon itu secara diam-diam untuk pembangunan surau di dusun itu.
Pada suatu malam yang gelap, kayu nangka yang sudah ditebang dan berbentuk balok-balok itu mereka hanyutkan ke sungai dan sesuai rencana, kayu itu terdampar tidak jauh dari tempat surau yang sedang dibangun. Namun sayang, pada waktu subuh ketika ia datang ke tempat itu, ia melihat kayu nangka itu sudah tidak ada di sana karena telah hanyut terkena banjir yang datang tengah malam. Mula-mula dia kecewa, akan tetapi kemudian tersenyum sambil berkata,
Cerpen “Sepotong kayu untuk Tuhan” karya Kuntowijoyo sering menggunakan simbol, namun bukan simbol seperti “sign” dalam semiotik, sehingga pembaca mencari kebenaran sebuah simbol itu. Cerpen ini banyak mengandung pesan moral, karena itulah cerpen ii dianalisa menggunakan pendekatan didaktis.
Pendekatan didaktis merupakan salah satu jenis pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan yang akan mampu terwujud dalam satu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
Beberapa bagian/potongan dari cerpen di bawah ini menjadi bukti bahwa cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan” banyak mengandung pesan kepada pembaca. Berikut bagian-bagiannya,
bagian itu terletak pada saat si Kakek duduk bermalas-malasan di depan rumah.
Cerpen ini juga menghadirkan nilai-nilai kebaikan seperti prinsip hidup dan agama. Beberapa bagian yang membuktikan bahwa cerpen ini menghadirkan nilai agama tampak pada bagian-bagian berikut,
bagian itu terdapat pada saat Kakek sedang bermalasan di depan rumah dan merenungi sebuah hal.
kemudian bagian-bagian di atas terdapat/muncul saat Kakek merenungi tindakannya untuk menyumbangkan kayu untuk pembangunan surau di dusun itu. Selain nilai agama, cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan” juga menghadirkan nilai kebaikan melalui prinsip yang dipegang Kakek, seperti tampak pada bagian-bagian cerpen berikut,
Pengarang menghadirkan nilai kebaikan melalui karakter atau prinsip Kakek yang tertulis secara jelas dalam cerpen ini. Pesan dari cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan” sangat banyak, salah satunya pembaca diharapkan dapat mengambil keputusan/sikap yang baik dalam menghadapi peristiwa yang terjadi dan ujian hidup.
Sebenarnya pesan utama dalam cerpen ini adalah seorang manusia dapat saja merencanakan semua yang diinginkan, namun Tuhan yang menentukan berhasil tidaknya rencana seorang manusia yang semua itu harus diterima dengan sabar dan ikhlas.
Kuntowijoyo banyak menggunakan simbol pada karya-karyanya, seperti pada ketiga cerpen, “Burung Kecil Bersarang di Pohon”, “Gerobak Itu Berhenti di Depan Rumah”, dan “Sepotong Kayu untuk Tuhan”. Cerpennya mengandung nilai kebaikan, agama, dan moral. Dia menyampaikan pesan itu melalui simbol-simbol seperti burung pada cerpen “Burung Kecil Bersarang di Pohon”, gerobak pada cerpen “Gerobak Itu Berhenti di Depan Rumah”, dan kayu nangka pada cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan”. Simbol tersebut menyampaikan gagasan yang kemudian muncul tanggapan maupun sikap tersebut yang terwujud dalam satu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
Jika blog ini menjadi salah satu referensi Anda, jangan lupa menyertakan blog ini dalam daftar rujukan Anda untuk menghargai karya orang lain dan pastinya menghindari plagiarisme. Terima kasih.
Sadili, Hasan. 2009.Pengertian Sastra Secara Umum dan Menurut Para Ahli, (Online), ( http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/), diakses 23 September 2012.
Samantho, Ahmad. 2005. WAWASASN SASTRA DAN KEPENGARANGAN KUNTOWIJOYO, (Online), (http://ahmadsamantho.wordpress.com/2010/12/22/wawasan-sastra-dan-kepengarangan-kuntowijoyo), diakses 22 September.
Syahrir, Muhsanur. 2012. Sastra Imajinatif dan Non-Imajinatif, (Online), (http://muhsyanur.blogspot.com/2012/04/sastra-imajinatif-dan-non-imajinatif.html), diakses 23 September 2012.
Tanpa nama. 2011. Analisis Simbol, (Online) (http://afinkaalahmad.blogspot.com/2011/06/analisis-simbol.html), diakses 23 September 2012.
Tanpa nama. 2012. Kuntowijoyo, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Kuntowijoyo), diakses 21 September 2012.
Ketika ia sendirian di rumah dan istrinya pergi menjenguk anaknya, timbulah hasratnya untuk bermalas-malas dan menikmati kesendirian dengan santai. Namun, tiba-tiba kesadaran muncul dalam dirinya: sebagai seorang Muslim tidaklah baik bermalas-malas dan menyia-nyiakan waktu, kemudian dia teringat kalau di dusun itu orang sedang membangun sebuah surau. Dia berpikir bahwa telah banyak orang memberikan sumbangan baik tenaga, pikiran, dan harta, karena inilah ia pun mengurungkan niatnya untuk bermalas-malas. Dia pergi menuju kebunnya dan menemukan sebuah pohon nangka tua yang ditanam dan dipeliharanya sendiri sejak kecil. Dia bekerja keras menebang pohon itu bersama seseorang atau dalam cerpen disebut penebang dan menyumbangkan pohon itu secara diam-diam untuk pembangunan surau di dusun itu.
Pada suatu malam yang gelap, kayu nangka yang sudah ditebang dan berbentuk balok-balok itu mereka hanyutkan ke sungai dan sesuai rencana, kayu itu terdampar tidak jauh dari tempat surau yang sedang dibangun. Namun sayang, pada waktu subuh ketika ia datang ke tempat itu, ia melihat kayu nangka itu sudah tidak ada di sana karena telah hanyut terkena banjir yang datang tengah malam. Mula-mula dia kecewa, akan tetapi kemudian tersenyum sambil berkata,
Sesuatu telah hilang. Tidak. Tidak ada yang hilang…Sampai kepada-Mukah Tuhan?
Cerpen “Sepotong kayu untuk Tuhan” karya Kuntowijoyo sering menggunakan simbol, namun bukan simbol seperti “sign” dalam semiotik, sehingga pembaca mencari kebenaran sebuah simbol itu. Cerpen ini banyak mengandung pesan moral, karena itulah cerpen ii dianalisa menggunakan pendekatan didaktis.
Pendekatan didaktis merupakan salah satu jenis pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan, tanggapan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan yang akan mampu terwujud dalam satu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
Beberapa bagian/potongan dari cerpen di bawah ini menjadi bukti bahwa cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan” banyak mengandung pesan kepada pembaca. Berikut bagian-bagiannya,
Ya, berkata itu mudah. Bukti itu sulit.
Cerpen ini juga menghadirkan nilai-nilai kebaikan seperti prinsip hidup dan agama. Beberapa bagian yang membuktikan bahwa cerpen ini menghadirkan nilai agama tampak pada bagian-bagian berikut,
Berbaring bermalasan bukan pekerjaan muslim yang baik.
Pantaskah banginya, muslim seumur hidup untuk bermalasan? Tidak.
Berbaktilah kamu di jalan Tuhan dengan harta dan jiwamu.
Pada saat-saat terakhir dari hidup mereka, masih sempat juga beramal.
Pohon itu akan diletakkan disuatu tempat terhormat: Rumah Tuhan. Setiap hari akan disaksikan orang-orang memuji kebesaran Tuhan dan RasulNya. Itu akhir yang baik bagi sebuah kayu! Jauh lebih baik daripada masuk tungku.
Pahala yang didapatnya mengantarkannya sampai akhirat. Dan, mana bisa istri akan mengumpatnya dengan: pemalas.
Beramal baik ialah bila tangan kananmu mengeluarkan, tetapi bahkan tangan kirimu tak melihatnya!
Jangan menilai seseorang dari hasilnya, tapi dari niatnya.
Kebanggaan yang terpendam lebih baik dari kebanggaan yang terbuka. Kebanggaan yang terpendam membuat orang tertawa. Dan senyum lebih abadi dari tertawa.
Kebaikan harus dikerjakan bagaimanapun akibatnya.
Pelupa ialah yang sejelek-jeleknya orang! Patut, ia memukul-mukul kepalanya.
Sebenarnya pesan utama dalam cerpen ini adalah seorang manusia dapat saja merencanakan semua yang diinginkan, namun Tuhan yang menentukan berhasil tidaknya rencana seorang manusia yang semua itu harus diterima dengan sabar dan ikhlas.
Kuntowijoyo banyak menggunakan simbol pada karya-karyanya, seperti pada ketiga cerpen, “Burung Kecil Bersarang di Pohon”, “Gerobak Itu Berhenti di Depan Rumah”, dan “Sepotong Kayu untuk Tuhan”. Cerpennya mengandung nilai kebaikan, agama, dan moral. Dia menyampaikan pesan itu melalui simbol-simbol seperti burung pada cerpen “Burung Kecil Bersarang di Pohon”, gerobak pada cerpen “Gerobak Itu Berhenti di Depan Rumah”, dan kayu nangka pada cerpen “Sepotong Kayu untuk Tuhan”. Simbol tersebut menyampaikan gagasan yang kemudian muncul tanggapan maupun sikap tersebut yang terwujud dalam satu pandangan etis, filosofis, maupun agamis sehingga akan mengandung nilai-nilai moral yang mampu memperkaya kehidupan rohaniah pembaca.
Jika blog ini menjadi salah satu referensi Anda, jangan lupa menyertakan blog ini dalam daftar rujukan Anda untuk menghargai karya orang lain dan pastinya menghindari plagiarisme. Terima kasih.
DAFTAR RUJUKAN
Sadili, Hasan. 2009.Pengertian Sastra Secara Umum dan Menurut Para Ahli, (Online), ( http://asemmanis.wordpress.com/2009/10/03/pengertian-sastra-secara-umum-dan-menurut-para-ahli/), diakses 23 September 2012.
Samantho, Ahmad. 2005. WAWASASN SASTRA DAN KEPENGARANGAN KUNTOWIJOYO, (Online), (http://ahmadsamantho.wordpress.com/2010/12/22/wawasan-sastra-dan-kepengarangan-kuntowijoyo), diakses 22 September.
Syahrir, Muhsanur. 2012. Sastra Imajinatif dan Non-Imajinatif, (Online), (http://muhsyanur.blogspot.com/2012/04/sastra-imajinatif-dan-non-imajinatif.html), diakses 23 September 2012.
Tanpa nama. 2011. Analisis Simbol, (Online) (http://afinkaalahmad.blogspot.com/2011/06/analisis-simbol.html), diakses 23 September 2012.
Tanpa nama. 2012. Kuntowijoyo, (Online), (http://id.wikipedia.org/wiki/Kuntowijoyo), diakses 21 September 2012.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi blog ini dan memberikan komentar.