Sempurna yang kau puja dan ayat-ayat yang kau baca
Tak kurasa berbeda
Kita bebas untuk percaya
~
Seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami
(HAGIA – BARASUARA)
Lagi asik revisi nih ceritanya,
playlist muter lagu itu. Anjing. Kok baru ngeh ya. Parah ni kuping. Budeg kali. Meski sudah ada di gawai
berbulan-bulan—sebelum keseharian dijajah revisi— baru ngeh ni lirik. Terlepas
dari musik yang dibawakan Barasuara sendiri, —yang aku gak terlalu paham dengan musik, ambient;
folk; atau apalah itu— sebagai orang
yang biasa nulis, pasti punya perhatian khusus pada kata-kata. Ya seperti kali
ini aku tertarik lirik HAGIA dari Barasuara.
—Saran nih, yang belum tau, coba cari
lalu dengerin dulu baru lanjut baca. Kan sama aja ngobrolin pecel tapi gak tau
pecel itu gimana. Ya kan?—
Relevan. Atau bisa disebut aktual, padahal
album ini (harusnya) dirilis tahun 2012,
“Sebenarnya tahun 2012 bulan Desember itu udah rencana mau rilis album.
Tapi molor terus, bahkan sampai tiga tahun…”ujar Iga. (sumber: entertainment.kompas.com)
Padahal,
pada kenyataannya. Kini makin susah mendapati lagu yang berlirik kuat, beda
dengan dulu. Ya! Industri! Ketika musik yang punya kebebasan dikhianati oleh industri
itu sendiri. Kepentingan pasar atau apalah sebutannya. Gak heran kini makin banyak yang berlabel indie.
Nah, sedikit ngalor-ngidul
dulu. Aku suka pemikiran tokoh utama dari film The Liar and His Lover (2013),
“Dimanapun,
kapanpun.
Di dunia ini,
kau bisa mendapatkan musik dengan mudah.
Aku tidak
berpikir itu buruk. Praktisnya, musik hanya untuk dikonsumsi.
Begitulah
kenyataannya.”
Yeah!Thats it! Dan itu memang kenyataannya. Ketika
sesuatu menjadi sesuatu yang bisa dikonsumsi, di situlah industri bekerja.
Balik
lagi. Yang aku tau, lirik lagu sama halnya dengan karya sastra, punya kekuatan
untuk menggugah rasa. Dulce et Utile,
indah dan bermakna, itulah sastra. —Ini Terlepas dari risetku dulu yang
mewawancara untuk sekadar bertanya, ”Apa itu karya sastra?”—
Lagu
HAGIA menjadi berkarakter; dan bermakna, salut pada Barasuara yang secara
penggarapan juga mendukung atas apa yang menjadi lirik. Dengan noise/ambient-nya itu bisa jadi stimulus
sekaligus menggambarkan atas kecarutmarutan masyarakat kini.
Nah, coba deh kamu ketik aja di google lirik terakhir,"Seperti kami pun mengampuni yang bersalah kepada kami." Dan kau akan temukan apa? Doa Bapa Kami. Oh ya ini terlepas dari sudut pandang agama karena sama sekali tidak menyinggung atau ada praduga lain. Justru saya kagum atas kejelian Barasuara yang memakai doa dan menyanyikannya, ditambah lagi pada bagian akhir ini lebih seperti mantra (?) Bisa saja. Atau tepatnya berdoa. Entah. saya merasakan ada kekuatan lebih pada keseluruhan lagu ini, lirik maupun penggarapn musik. Salut!
Dan ketika coba cari arti HAGIA sendiri, pasti tidak akan kau temukan
pada KBBI, maupun Tesaurus. HAGIA bukanlah kata yang punya makna, menurutku
HAGIA bisa menjadi lebih dari itu.
(crimeblogproject.wordpress.com)
Hagia
Sophia. Sempat menjadi Gereja dan Masjid, Hagia Sophia kini menjadi museum.
Pengalihan fungsi tentulah dipengaruhi oleh pemerintahan. Hagia Sophia
mengalami sejarah panjang, mulai Kekaisaran Romawi, lalu Kesultanan Utsmaniyah.
Hampir 500 tahun menjadi masjid, sampai pada tahun 1937, Mustafa Kemal Ataturk,
mengubah situs Hagia Sophia menjadi museum. Yang pada saat itu mulai pengerjaan
pengerokan dinding-dinding dan langit-langit hingga ditemukan kembali
lukisan-lukisan sakral Kristen. Lu riset
aja sendiri lah ya.
HAGIA
menjadi lebih dari sebuah kata. Barasuara menyematkan HAGIA sebagai judul lagu
juga bisa diartikan sebagai harap mereka. Mereka berhasil mengaktualkan diri
dengan atas apa yang sedang terjadi. Ya memang idealnya begitulah proses
berkarya.
HAGIA seakan menjadi simbol toleransi yang dipilih oleh mereka, Barasuara. Yup! Mereka cerdas. dan pilihan tepat. Hagia menjadi bukti nyata atas toleransi. Bagaimana sebuah bangunan menjadi saksi sekaligus bukti atas apa yang peradaban lakukan padanya. Pantaslah Hagia jadi salah satu tempat yang wajib dikunjungi para turis.
Lalu, inti dari semua panjang lebar ini apa? Oke. Begini. Sudah
banyak kata-kata bijak bicara toleransi, sudah banyak slogan singgung
toleransi, namun entah kenapa lirik HAGIA bisa berdampak lebih dari kata-kata
bijak hingga slogan orang penting sekali pun. Tiap orang kan beda-beda ya. Kalian bisa berkarya seenak udelmu.
Tapi jangan lupa prinsip Dulce et utile.
Dan
ini yang jadi kegusaran, banyak nih penulis ingin nulis sesuatu yang menurutnya
pecah, tapi ia lupa tidak mengaktualkan diri atas apa yang terjadi sekarang.
Dan jadinya fsjhfklalkyeiu376eahhf73.
Ah udah ah. Sekadar sejenak mengusir
kepenatan di tengah revisi-an. Minta doanya aja lah ya. Dan semoga bermanfaat
ni tulisan.
No comments:
Post a Comment
Terima kasih telah mengunjungi blog ini dan memberikan komentar.